Perekrutan Peneliti Kontrak Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW

Konflik kepentingan dipandang sebagai suatu keadaan yang mesti dihindari oleh setiap pejabat publik. Bahkan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui komisionernya, Alexander Marwata, pernah menyebutkan bahwa konflik kepentingan memiliki keterkaitan dengan korupsi. Untuk itu pula pada akhirnya konflik kepentingan dituangkan dalam Bagian Ketiga Pasal 42 - Pasal 45 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintah (UU 30/14). Berdasarkan regulasi itu konflik kepentingan diartikan sebagai kondisi Pejabat Pemerintahan yang memiliki kepentingan pribadi untuk menguntungkan diri sendiri dan/atau orang lain dalam penggunaan Wewenang sehingga dapat mempengaruhi netralitas dan kualitas Keputusan dan/atau Tindakan yang dibuat dan/atau dilakukannya.
Merujuk pada definisi konflik kepentingan, maka penjelasan itu memiliki dua poin penting, yakni motif dan akibat. Diksi dalam Pasal 1 angka 14 UU 30/14 itu yang menggambarkan motif adalah “menguntungkan diri sendiri dan/atau orang lain.” Sedangkan akibat tindakan tersebut tertuang melalui diksi “mempengaruhi netralitas dan kualitas Keputusan dan/atau Tindakan yang dibuat dan/atau dilakukannya.” Maka dari itu situasi konflik kepentingan sedapat mungkin dihindari oleh pejabat publik.
Namun, alih-alih regulasi itu diimplementasikan dengan baik, belakangan waktu terakhir sejumlah pejabat publik justru melanggarnya. Temuan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) pada tahun 2019 menggambarkannya secara jelas. Bisa dibayangkan, pada periode tersebut setidaknya ditemukan 397 pejabat publik melakukan rangkap jabatan, baik sebagai petinggi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Secara kasat mata saja mudah untuk disimpulkan bahwa tindakan tersebut melanggar ketentuan konflik kepentingan yang diatur peraturan perundang-undangan. Alasannya, bukan tidak mungkin keputusan yang kelak mereka keluarkan memiliki irisan kepentingan, baik untuk pribadinya maupun lembaganya terdahulu. Sayangnya tidak ada tindakan korektif konkret dari pemerintah guna mengatasi hal ini.
Berkenaan dengan permasalahan di atas, Indonesia Corruption Watch (ICW) bermaksud mengadakan penelitian yang berjudul “Studi Kasus atas Konflik Kepentingan dari Rangkap Jabatan Pejabat Publik.” Penelitian ini akan dikerjakan dalam rentang waktu Agustus 2022 sampai dengan Desember 2022. Untuk melengkapinya, ICW membutuhkan bantuan tenaga Peneliti Kontrak yang nantinya membantu tim pelaksana program di Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, dalam melakukan sejumlah kegiatan yang berkaitan dengan penyelesaian penelitian ini.
Untuk informasi lebih detail, silahkan akses lampiran dokumen dalam laman ini.
Attachment | Size |
---|---|
Kerangka Acuan Kegiatan_Rekrutmen Peneliti Kontrak Divisi HMP ICW_0.pdf | 70.48 KB |